ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI DIABETES MILITUS DENGAN KERUSAKAN JARINGAN INTEGRITAS KULIT DI RUANG KELAS II RSUD GENTENG BANYUWANGI OLEH : M DAVIT HIDAYAT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Diabetes Militus merupakan penyakit kronis dengan jumlah penderita yang cukup banyak bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun serta menjadi masalah kesehatan bagi semua negara Indonesia (Sumarman, 2016). DM yang tidak terkendali dapat menyebabkan komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskuler jangka panjang, sehingga rentan terhadap infeksi kaki luka yang kemudian dapat berkembang menjadi gangren (Kartika, 2017). Diabetes militus dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatn kadar gula dalam darah melebihi 150 mg/dl, dimana batas normal gula darah 70-150 mg/dl, sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesui kebutuhan tubuh (Leonita & Muliani, 2015). Diabetes militus tidak dapat disembuhkan, tetapi kadar gula darah dapat dikendalikan atau di kontrol, insiden ini bersift kronis dengan ciri khas hiperglikemia/peningkatan kadar glukosa darah dari rentan normal (Damanik, 2016).

Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan, ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka tersebut terus bertambah hingga 3% atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya.jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025. World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah

penyandang diabetes di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Kistianita, 2017). Laporan RisKesDas tahun 2018, propinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan prevelensi penderita Diabetes Militus pada penduduk umur > 15 tahun sebesar 2,0% (RisKesDas, 2018). Jumlah penderita baru Diabetes Melitus di kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan yaitu 12.880 pada tahun 2013 menjadi 15.071 pada tahun 2014 (Yulia et al., 2017).

Diabetes Militus tipe 2 berkaitan erat dengan pertambahan umur seseorang (Kistianita, 2017). DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima dan dapat menimbulkan penyumbatan sirkulasi pembulu darah, aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum sehingga menimbulkan masalah keperawatan gangguan integritas jaringan kulit (Kartika, 2017).

Pengelolaan holistic ulkus/gangren diabetik membutuhkan kerjasama multidisipliner, dalam manajemen Diabetes Melitus meliputi edukasi, diit perencanaan makan, latihan jasmani dan farmakologis (Kartika, 2017). Perawat melakukan tindakan mandiri yang pertama yaitu adalah edukasi, kedua berupa pembatasan diit makanan, selanjutnya adalah olahraga, yang terakhir ialah terapi farmakologis (SDKI, 2017)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengambil studi kasus dengan judul Asuhan keperawatan klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan integritas jaringan kulit di ruang Kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Melitus dengan gangguan integritas jaringan kulit ?

1.3  Tujuan Penilitian

1.3.1   Tujuan umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan integritas kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.

1.3.2   Tujuan khusus

  1. Melakuakan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan ganggun integritas jaringan kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.
  2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan integritas jaringan kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.
  3. Menyususun perencanaan kepeawatan pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan integritas jaringan kulit di ruang kelas II Genteng Banyuwangi.
  4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan integritas jaringan kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.
  5. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan integritas jaringan kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.

1.4  Manfaat Penelitian

1.4.1   Manfaat Teoritis

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Militus dengan gangguan kerusakan integritas jaringan kulit tindakan yang dilakukan dengan cara edukasi, rawat luka, terapi farmakologi dan pembatasan diit makan  di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.

1.4.2   Manfaat Praktis

  1. Bagi Perawat

Diharapkan dapat memberikan inspirasi perawat untuk menggali ide-ide kritis dan upaya rasional yang mampu dikembangkan sebagai intervensi gangguan integritas jaringan kulit.

  • Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Militus dengan gangguan integritas kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.

  • Institusi Pendidikan

Sebagai refrensi untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan bagi tenaga didik institusi

  • Bagi Pasien

Diharapkan klien dapat melakukan pencegahan dan perawatan Diabetes Militus secara mandiri dirumah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1  Konsep Penyakit Diabetes Militus

1.1.1   Definisi

Diabetes Militus merupakan golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 150 mg/dl atau melebihi dalam batas normal diantara 70-150 mg/dl (Leonita & Muliani, 2015).

Gangren adalah kondisi yang terjadi ketika jaringan tubuh mati, yang disebabkan hilangnya suplai darah karena penyakit yang mendasari, cedera atau infeksi. (Haryono, 2019).

1.1.2   Etiologi

Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren dibagi menjadi endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu:

  1. Genetik
  2. Metabolik
  3. Angiopati diabetik
  4. Neuropati diabetik

Sementara faktor eksogen yaitu:

  1. Trauma
  2. Infeksi
  3. Obat (Haryono, 2019).

Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya gangren. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensori ataupun

motorik, gangguan sensoris akan menyebabkan hilang ataupun menurunnya sensasi nyeri pada lokasi gangren  dan gangguan motorik akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki (Mubarak, 2015).

1.1.3   Menifestasi klinis

Adanya penyakit Diabetes Militus ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah

  1. Keluhan fisik
  2. Banyak kencing (poliuria)

Kadar glukosa yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan mengganggu penderita saat malam hari. 

  • Banyak minum (polidipsia)

Rasa haus amat sering dialami penderita Diabetes Militus karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing.

  • Banyak makan (polifagia)

Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita Diabetes Militus karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar.

  • Penurunan berat badan dan rasa lemah

Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dpat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. 

  • Keluhan lain
  • Gangguan saraf tepi
  • Gangguan penglihatan
  • Gatal/bisul
  • Gangguan ereksi
  • Keputihan (Putri, 2015)

1.1.4    Patofisiologi

 Diabetes Militus tipe I ada beberapa faktor yang menyebabkan yaitu faktor 1) genetik, 2)  infeksi virus dan 3) imunologi.  Sedangkan faktor yang menyebabkan Diabetes Militus tipe II yaitu faktor usia, idiopatik, obesitas dan genetik (Putri, 2015). Diabetes Militus terjadi karena adanya defisiensi insulin, akibat dari  defisiensi insulin maka  penyerapan glukosa kedalam sel-sel dan proses metabolisme untuk membentuk glikogen  mengalami gangguan, kedaan ini menyebabkan glukosa berada tetap dalam  sirkulasi sehingga terjadi hiperglikemi (Masriadi, 2016).

Penderita Diabates Militus ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kelainan sekresi atau kerja insulin dan pada non insulin merupakan Diabetes Militus yang tidak bergantung pada insulin, namun dimana pangkreas tetap menghasilkan insulin tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak cukup (Tarwoto, 2010). Akibat tidak cukupnya insulin ini berakibat pada timbulnya masalah ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah (SDKI, 2017).

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang segera tidak ditangani akan berakibat pada koma diabetik (Nurarif, 2016). Selain mengalami koma diabetikum penderita juga bisa mengalami gangguan pada fungsi sel neutrofil dan monosit dalam pertahanan tubuh, akibatnya terjadi penurunan fungsi fagosit dalam merespon serangan infeksi kuman mycobacterium tubercolosis  sehingga dapat memunculkan masalah keperawatan resiko infeksi (SDKI, 2017).

Terjadinya proses glikolisis pada protein akan menimbulkan komplikasi baik makrovaskuler maupaun mikrovaskuler. Gangren disebabkan oleh faktor utama yang berperan timbulnya adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan menurunnya sensasi  nyeri pada ektremitas/kaki sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya luka (Jauhar, 2013). Proses angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembulu darah perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai bawah berkurang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen akan terganggu, sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi gangren (Kartika, 2017) dan akan menimbulkan masalah keperawatan kerusakan jaringan integritas kulit (SDKI, 2017).

Penderita Diabetes Militus yang mengalami peningkatan kadar glukosa dalam darah tubuh berusaha untuk menyeimbangkan glukosa dalam darah dengan mekanisme glukosa oleh tubuh di keluarkan melalui ginjal, sehingga banyak glukosa dalam urin yang disebut glikosuria, glikosuria sendiri dapat menyebabkan diuretik osmotik yang menjadikan pasien Diabetes Militus selalu ingin kencing terus menerus (Tarwoto, 2010). Akibat dari seringnya kencing secara terus menerus penderita dapat mengalami resiko terjadi ketidakseimbangan elektrolit (SDKI, 2017).

1.1.5    Pathway

Gambar 2. 1 Patofisiologi berdasarkan beberapa literatur (Masriadi, 2016)

(Jauhar, 2013)(Kartika, 2017)(Nurarif, 2016).

1.1.6    Klasifikasi

  1. Klasifiksi klinis
  2. Diabetes Militus
  3. Tipe tergantung insulin (DM Tipe I) IDDM (insulin dependent diabetes militus)

Disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun.

  • Tipe tidak tergantung pad insulin (DM Tipe II) NIDDM (non insulin dependent diabetes militus)

Disebabkan oleh kegagalan sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati (Kusuma, 2016)

  • Diabetes Militus gastasional

Diabetes gastasional adalah Diabetes Militus yang terjadi pada kehamilan dapat di diagnosa dengan menggunakan test toleran glukosa, terjadi kira kir 24 minggu kehamilan, Diabetes Militus gastsional 25% akan berkembang menjdi Diabetes Militus (Sudoyo, 2014)

  • Klasifikasi Resiko Statistik
  • Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
  • Berpotensi menderita kelainan glukosa (Kusuma, 2016)
  • Klasifikasi kaki diabetik

Menurut  Wagner Meggit klasifikasi gangren/kaki diabetik dibagi menjadi enam tingkatan yaitu :

Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh kemungkinan kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”

Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit

Derajat II : ulkum dalam menembus tendon tan tulang

Derajat III : abses dalam  atau tanpa osteomielitis

Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis

Derajat V : gangren seluruh kaki.

Sedangkan Brand dan Ward membagi gangren kaki menjadi dua golongan yaitu kaki diabetik akibat iskemia (KDI) yang disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati dari pembuluh darah besar ditungkai dan kaki diabetik akibat neuropati (KDN) yang terjadinya kerusakan syaraf somatikdan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis dijumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa dan odem kaki (Taqiyyah Bararah, 2013).

1.1.7   Komplikasi

Menurut (Bustan, 2015) komplikasi dari Diabetes Militus adalah

  1. Komplikasi akut ditandai dengan : infeksi (karbunkel, gangren, pielonefritis) terjadi ketoasidosis diikuti koma
  2. Komplikasi kronik berhubungan dengan kerusakan dinding pembulu darah yang menimbulkan aterosklerosis khas pada pembulu darah kecil dibagian ujung organ yang disebut mikroangiopati.  

1.2  Konsep Dasar Manusia Pemenuhan Personal Hygiene Gangguan Kerusakan Integritas Jaringan Kulit

1.2.1   Definisi kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terbesar dan salah satu yang terpenting. Struktur kulit yang kompleks memberi banyak fungsi perlindungan bagi anatomi internal tubuh (Dingwall, 2010)

1.2.2   Anatomi kulit 

Setiap inci kulit mengandung jutaan sel dan ratusan kelenjar keringat, kelenjar minyak (sebasea), pembuluh darah dan ujung saraf. Kulit terdiri atas tiga lapisan : epidermis, dermis dan jaringan subkutan.

1.2.3   Pengkajian keperawatan pada kaki

Kaki mungkin mengalami stres dan ketegangan yang paling besar diantara bagian tubuh lainnya, seluruh bobot tubuh kita ditumpu oleh kaki dan mereka terus mengatasi tekanan tersebut. Perawatan gangren memrlukan pendekatan multidisiplin. Jika intervensi keperawatan cukup adekuat untuk mempertahankan kesehatan kaki, psien akan rendah mengalami gangguan gangren sedangkan pasien lain yang mungkin beresiko tinggi akan mengurangi mobilitas yang membahayakan kesehatan mereka secara umum (Dingwall, 2010).

1.2.4   Penatalaksanaan   

Menurut (Maryuni, 2013) penatalaksanaan kaki diabetik dengan gangguan integritas jaringan kulit antara lain:

  1. Persiapan alat dan bahan:
  2. Gunting
  3. Pinset
  4. Alat ukur disposibel
  5. Spidol
  6. Dressing/balutan luka (hidrocolloid, balutan hidrofobik)
  7. Kassa steril
  8. Kassa gulung/roll
  9. Plaster
  10. Cairan NaCL 0,9%
  11. Sabun pH rendah
  12. Sarung tangan
  13. Kantong plastik untuk tempat balutan bekas
  14. Prosedur/penanganan
  15. Buka balutan lama
  16. Cuci luka dengan menggunakan cairan NaCL 0,9% dan sabun, serta bersihkan luka sampai bagian yang berlubang agar debris debris yang terdapat didalamnya terangkat
  17. Setelah bersih, ukur panjang dan lebar luka menggunakan alat ukur disposible dan catat pada lembar pengkajian
  18. Ukur kedalaman luka (undermining luka) dengan menggunakan pinset dan tanda dengan menggunakan spidol. Selanjutnya ukur kedalaman tersebut sesuai yang dita ndai spidol dengan alat ukur disposible.
  19. Karena bagian dalam jari yang berlubang masih banyak diselimuti oleh slough, derssing yang digunakan adalah balutan jenis hidrofobik yang dapat mengikat bakteri
  20. Karena pada bagian punggung kaki tampak adanya edema dan berwarna kemerahan yang mengkilat, maka pada area tersebut dipasang/ digunakan jenis dressing hidrokoloid.
  21. Rasionalisasi penggunaan hidrokoloid pada area ini, antara lain: untuk mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma, menghindari resiko infeksi dan mampu menyerap eksudat.
  22. Pada gambaran ini juga tampak pada bagian ibu jari, ibu jari dilakukan pembalutan, setelah dipasang balutan hidrofobik (karena balutan hidrofobik, memerlukan balutan skunder atau balutan lain diatasnya sebagai penutup).
  23. Sementara itu, balutan hidrokoloid tidak membutuhkan balutan lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempelkan saja dan ganti balutannya apabila sudah bocor atau jenuh (tanda tidak mampu lagi menampung eksudat)
  24. Lakukan pembalutan akhir dengan kassa yang cukup tebal agar dapat menampung eksudat maksimal dan fiksasi menggunakan kassa gulung.

1.3   Konsep Asuhan Keperawatan pada klien Diabetes Melitus dengan kerusakan integritas kulit

1.3.1   Pengkajian

  1. Identitas

Diabetes militus bisanya terjadi pada penderita diabetes yang telah mengalami gangren, yang sebagian besar banyak terdapat pada laki-laki dan kontrol gula darah yang buruk (Kartika, 2017).

  • Status kesehtan saat ini
  • Keluhan utama
  • Saat masuk rumah sakit

Adanya kesemutan pada kaki/tungkai bawah, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka  (Taqiyyah Bararah, 2013)

  • Saat pengkajian

Penderita diabetes melitus mengeluhkan nyeri pada luka dan badan terasa sangt lemas, cepat lelah

  • Riwayat penyakit sekarang

Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh sembuh, kesemutan, meningkatnya nafsu makan, sering haus, banyak kencing dan menurunnya ketajaman penglihatan (Putri, 2015).

  • Riwayat Kesehatan Terdahulu
  • Riwayat penyakit sebelumnya

Adanya riwayat penyakit Diabetes Militus atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun aterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat obatan yang biasanya digunakan oleh penderita (Taqiyyah Bararah, 2013).

  • Riwayat penyakit keluarga

Dari genogram keluarganya biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita Diabetes Militus atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung (Taqiyyah Bararah, 2013).

  • Pemeriksaan Fisik
  • Keadaan umum
  • Kesadaran
  • Tanda-tanda fital
  • Pemeriksaan fisik persistem
  • Sistem pernafasan

Frekuensi pernafasan meningkat, terdengar sura nafas tambahan, suara nafas menurun dan perubahan bunyi nafas (Padila, 2012).

  • Sistem kardiovaskuler

Biasanya terdengar suara krekels pada diabetes dengan gejala disritmia, takikardi (Padila, 2012).

  • Sistem persyarafan

Kesadaran pasien komposmentis, hingga koma, reflek tendon dalam, menurun, terdapat gangguan penglihatan, gangguan memori, mengantuk, kesemutan, parastesia (Padila, 2012).

  • Sistem penglihatan

Pasien diabetes militus sistem penglihatannya terganggu, penglihatan kabur (Padila, 2012).

  • Sistem pendengaran

Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran (Padila, 2012).

  • Sistem perkemihan

Terdapat perubahan pola berkemih poliuria, nokturia, tidak terdapat nyeri tekan, terkadang disertai pemasangan kateter pada klien, warna urin pekat dengan berbau khas urin (Padila, 2012).

  • Sistem pencernaan

Pasien biasanya diare, asites, abdomen keras dan nyeri saat ditekan, bising usus lemah (Padila, 2012).

  • Sistem moskulokelektal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah, nyeri, adanya gangren di kaki (Padila, 2012).

  • Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kahitaman bekas luka, kelembapan dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus pada gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka dan terdapat nyeri tekan pada luka (Padila, 2012).

  1. Sistem endokrin

Pasien diabetes militus biasanya terdapatgangguan pada sistem endokrin, seperti hipoglikemi/hiperglikemi, polidipsi, poliuri, polifagi (Padila, 2012).

  1. Sistem reproduksi

Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita (Padila, 2012).

  • Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien diabetes militus antara lain:

  1. Kadar glukosa
  2. Gula darah sewaktu random >200 mg/dl
  3. Gula darah puasa/nuchter >140 mg/dl
  4. Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl
  5. Aseton plasma didapatkan hasil positif mencolok
  6. As lemak bebas didapatkan hasil peningkatan lipid dan kolesterol
  7. Osmolaritas serum (>330 osm/I)
  8. Urinalis didpatkan hasil: proteinuria, ketonuria, glukosuria (Putri, 2015).
  9. Penatalaksanaan

Tujun utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam normal upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik diabetes adalah  mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

  1. Diet
  2. Syarat diet diabetes melitus hendaknya dapat:
  3. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
  4. Mengarahkan pada berat badan normal
  5. Menormalkan pertumbuhan Diabetes Melitus anak dan Diabetes Militus dewasa muda
  6. Mempertahankan kadar gula darah normal
  7. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic.
  8. Memberikan motifasi diit sesuai dengan penyakit penderita.
  9. Menarik dan mudah diberikan.
  10. Prinsip diit DM adalah:
  11. Jumlah sesuai kebutuhan
  12. Jadwal diet ketat
  13. Jenis: boleh dimakan/tidak
  14. Diit DM sesui dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

Dalam melaksanakan diit diabetes militus sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3J, JI yaitu: jumlah kalori yang diberikan harus habis dan jangan dikurangi atau ditambahi, J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya, J III : jenis makanan yang manis harus dihindari.

  • Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bgai penderita diabetes militus:

  1. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
  2. Memperbaiki aliran darah dan menambah suplai oksigen
  3. Meningkatkan kadar kolesterol
  4. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
  5. Pemantauan atau penyuluhan

Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit adalah suatu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam macam cara misalnya: leflet, poster, kaset vidio, diskusi kelompok.

  • Obat
  • Tablet OAD (Obat Antidiabetes)
  • Sulfonilurea

Obat ini merangsang sel beta pangkreas untuk memproduksi insulin

  • Hipoglikemik kuat

Glibenkamid nama merek dagang, daonil dengan kesediaan 5 mg per tablet. Diberikan maksimal 3 tablet pagi dan siang

  • Untuk diabetes militus disertai kelainan ginjal dan hepar

Glikuidin nama merek dagang glerenorm dengan sediaan 3 mg per tablet maksimal 4 tablet/hari berikan pagi dan sore

  • Antingiopati

Gliklazid digunakan untuk komplikasi DM mikroangiopati, nama merek dagang diamicron sediaan 80 mg diberikan maksimal 4 tablet pagi dan siang

  • Hipoglikemik lemah tapi bekerja pada gangguan post resptor insulin glipizide dosis rendah misalnya minidiab dosis 2,5-20 mg diberikan pagi dan siang
  • Mekanisme kerja biguanida

Biguanida tidak memiliki efek pangkreatik, tetapi mempunyai efek lain yang meningkatkan efektifitas insulin yaitu:

  • Biguanida pada tingkat preseptor ekstra pangkreatik
  • Menghambat absorsi karbohidrat
  • Menghambat gluconeogenesis dihati
  • Meningkatkan aktivitas pada reseptor insulin
  • Biguanida pada tingkat reseptor meningkatkan jumlah resptor insulin
  • Biguanida pada tingkat pasca reseptor mempunyai efek intraseluler
  • Insulin
  • Dosis insulin ditentukan berdasarkan pada :
  • Kebutuhan pasien, kebutuhan insulin meningkat pada keadaan sakit yang serius/parah, infeksi, menjalani oprasi dan masa pubertas
  • Pemberian insulin biasanya dimulai antara 0,5 dan 1 unit/Kg BB/hari
  • Kontrol gula darah
  • Pada stadium permulaan (sadar), diberikan gula murno 30 gram atau sirup gula murni dan makanan yang mengandung karbohidrat. Obat hipoglikemik dihentikan sementara, glikosa darah sewaktu dipantau setiap 1-2 jam. Bila sebelumnya pasien tidak sadar, glukosa dalam darah dipertahankan sekitar 200 mg/dl.
  • Pada pasien stadium lanjut diberikan larutan dekstore 40% sebanyak 2 flakon bolus intravena dan diberikan cairan dekstore 10% per infus sebanyak 6 jam per kolf. Glukosa darah sewaktu diperiksa tiap 1-2 jam (Padila, 2012).

1.3.2   Diagnosa keperawatan

  1. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan perubahan sirkulasi dengan ditandai dengan kerusakan jaringan

Definisi  : kerusakan kulit (dermis dan/ epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/ ligamen)

Penyebab:

  1. Perubahan sirkulasi
  2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangn)
  3. Neuropati perifer
  4. Perubahan pigmentasi
  5. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan
  6. Gejala dan tanda mayor
  7. Subjektif: tidak tersedia
  8. Objektif: kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

Gejala dan tanda minor

  1. Subjektif: tidak tersedia
  2. Objektif: nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

Kondisi klinis: Diabetes Militus (DM)(SDKI, 2017).

  • Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d ketidaktepatan pemantauan glukosa darah

Definisi  : Resiko terhadap variasi kadar glukosa darah dari rentang normal.

Faktor resiko:

  1. Kurang terpapar informasi tentang manajemen diabetes militus
  2. Ketidaktepatan pemantauan glukosa darah
  3. Kurang patuh pada rencana manajemen diabetes militus
  4. Manajemen medikasi tidak terkontrol
  5. Periode pertumbuhan cepat
  6. Stres berlebihan
  7. Penambahan berat badan
  8. Kurang dapat menerima diagnosis

Kondisi klinis: Diabetes Militus (DM)(SDKI, 2017).

  • Resiko infeksi

Definisi  : beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

Faktor resiko :

  1. Penyakit kronis (mis: DM)
  2. Efek prosedur invasif

Kondisi klinis : Diabetes Militus

  • Ketidakseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan

Definisi : beresiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit.

Faktor resiko

  1. Ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi)
  2. Kelebihan volume cairan
  3. Gangguan mekanisme refulasi (mis. Diabetes militus)
  4. Diare
  5. Disfungsi ginjal

Kondisi klinis terkait

  1. Gagal ginjal
  2. Diabetes militus (SDKI, 2017).

1.3.3   Intervensi Keperawatan

  1. Gangguan integritas jaringan kulit

Tujuan:

  1. Menunjukan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa,yang dibuktikan oleh indikatossr berikut: suhu, elastisitas, hidrasi, sensasi, perfusi jaringan, keutuhan kulit
  2. Menunjukan penyembuhan luka: primer, yag dibuktikan oleh indikator berikut: penyatuan kulit, penyatuan ujung luka, pembentukan jaringan perut.
  3. Menunjukan penyembuhan luka: primer, yang dibuktikan oleh indikator berikut: eritena kulit sekitar, luka berbau busuk
  4. Menunjukan penyembuhan luka:sekunder yang dibuktikan oleh indikator berikut: granulasi, pembentukan jaringan perut, penyusutan luka

Kriteria hasil NIC:

Kriteria hasil NOC:

  1. Pasien atau keluarga menunjukan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka
  2. Drainase purulen (atau lainnya) atau luka minimal
  3. Tidak ada lapuh atau maserasi pada kulit
  4. Nekrosis, selumur, lubang, perluasan luka kejaringan dibawah kulit atau pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada
  5. Eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal

Intervensi NIC:

Aktivitas keperawatan

  1. Pengkajian
  2. Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurunan tekananan, meliputi kasur udara statis, terapi low air loss, terapi udara yang dicairkan dan kasur air
  3. Perawatan area insisi (NIC): inspeksi adanya kemerahan, pembekakan atau tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi
  4. Perawatan luka NIC
  5. Inspeksi luka pada setiap ganti balutan
  6. Kaji luka terhadap karakteristik berikut:
  7. Lokasi, luas dan kedalaman
  8. Adanya dan karakter eksudat, termasuk kekentalan warna dan bau
  9. Ada atau tidaknya granulasi atau epitalialisasi
  10. Ada atau tidaknya jaringan nekrotik, deskripsikan, warna.
  11. Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat
  12. Ada atau tidaknya perluasan luka ke jaringan dibawah kulit dan pembentukan saluran sinus
  • Aktivitas kolaboratif
  • Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan vitamin
  • Konsultasikan pada dokter tentang implementasi pemberian makanan dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka
  • Rujuk keperawat tetapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian, penentuan drajat luka dan dokumentasi perawatan luka atau kerusakan kulit
  • Perawatan luka NIC gunakan unit tens untuk peningkatan proses penyembuhan luka jika perlu
  • Aktivitas lain
  • Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topical yang dapat meliputi balutan hidrokoloid, balutan hidrofilik, bantuan absorben dan sebagainya
  • Lakukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin yang meliputi: ubah dan atur posisi pasien secara langsung, pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan yang berlebihan
  • Lindungi pasien dari kontaminasi feses atau urin
  • Lindungi pasien dari eksresi luka lain dan ekskresi selang drain pada luka
  • Perawatan luka NIC
  • Lepas balutan dan plaster
  • Bersihkan dengan normal salin atau pembersih nontoksik jika perlu
  • Tempatkan area lukapada bak khusus
  • Lakukan perawatan ulkus kulit jika perlu
  • Atur posisi untuk mencegah penekanan pada luka jika perlu
  • Lakukan perawatan luka pada area infus IV, jalur hickman dan jalur vena sentral
  • Lakukan masase diarea sekitar luka untuk merangsang sirkulasi (Wilkinson, J.M, 2015).
  • Ketidakstabilan kadar glukosa darah

Kriteia hasil NOC:

  1. Dapat mengontrol kadar glukosa darah
  2. Pemahaman manajemen diabetes
  3. Penerimaan kondisi kesehatan

Intervensi NIC:

Aktivitas keperawatan

  1. Pengkajian
  2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan risiko ketidakseimbangan glukosa
  3. Pantau kadar glukosa serum (dibawah 60 mg/dl menunjukan hipoglikemia diatas 300 mg/dl menunjukan hiperglikemi) sesuai dengan program atau protokol
  4. Pantauan asupan dan haluaran
  5. Pantau tanda-tanda hiperglikemi
  6. Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
  7. Beri informasi mengenai diabetes
  8. Beri informasi mengenai penerapan diit dan latihan fisik untuk mencapai keseimbangan kadar glukosa darah
  9. Beri informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan diabetes
  10. Beri informasi mengenai penatalaksanaan diabetes selama sakit
  11. Beri informasi mengenai pemantauan secara mandiri kadar glukosa dan keton jika perlu
  12. Aktivitas kolaboratif
  13. Kolaborasi dengan pasien dan tim diabetes untuk membuat perubahan dalam pengobatan jika perlu
  14. Beritahu dokter jika tanda dan gejala hipoglikemia atau hiperglikemia terjadi dan tidak dapat dikembalikan dengan aktivitas mandiri
  15. Aktivitas lain
  16. Menejemen hipoglikemia (NIC)
  17. Beri karbohidrat sederhana, sesuai indikasi
  18. Beri karbohidrat kompleks dan protein, sesuai indikasi
  19. Pertahankan askes intravena, jika perlu(Wilkinson, J.M, 2015).
  • Resiko infeksi

Tujuan

  1. Penyebaran infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

  • Klien menunjukkan tindakan personal untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi agen infeksi
  • Kadar serum albumin, Hb, dan glukosa darah dalam batas normal
  • Tidak terjadi tanda gejala infeksi seperti kalor, tumor, rubor, dolor, functiolaesa

Intervensi

Pengkajian

  1. Kaji adanya tanda penyebaran infeksi pada luka
  2. Pantau hasil laboratorium (mis., HDL, granulosit absolut, protein serum)
  3. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

  1. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan tubuh dan tempat  tidur
  2. Instruksikan untuk menjaga hiegine personal  untuk melindungi tubuh terhadap infeksi
  3. Anjurkan klien mematuhi program pengobatan

Aktivitas kolaboratif

  1. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotic (Wilkinson, J.M, 2015).
  2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit

Tujuan :menunjukan keseimbangn elektrolit

Kriteria hasil :

  1. Tidak mengalami disritmia, kegelisahan atau parestesia
  2. Asupan dan haluaran cairan akan seimbang

Intervensi NIC

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

  1. Pantau tanda-tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit yang relevan
  2. Pantau kadar elektrolit serum
  3. Catatan dan haluaran secara adekuat

Penyuluhan  :ajarkan gejala ketidakseimbangan elektrolit relevan

Aktivitas kolaboratif

  1. Pantau efek samping dan respond terapeutik terhadap elektrolit tambahan
  2. Lakukan konsultsi dengan dokter  jika ketidakseimbangan elektrolit persistem atau memburuk

Aktivitas lain

  1. Berikan cairan jika perlu
  2. Dorong asupan oral, letakkan cairan ditempat yang mudah dijangkau
  3. Kontrol kehilangan elektrolit berlebihan (mis. Mengistirahatkan usus)

1.3.4   Implementasi Keperawatan

Implementasi yaitu suatu tindakan yang direncanakan dalam keperawatan. Tindakan ini mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) yaitu aktivitas yang dilakukan oleh perawat yang didasarkan pada keputusan sendiri bukan dari petunjuk perintah dari petugas kesehatan lainnya.

Perencanaan yang dapat diimplementasikan antara lain:

  1. Cara pengumpulan data harus berkesinambungan
  2. Menentukan prioritas masalah
  3. Bentuk untervensi keperawatan
  4. Pendokumentasian asuhan keperawatan
  5. Memberikan catatan keperawatan secara verbal
  6. Mempertahankan dalam perencanaan pengobatan(Tarwoto, 2010).

1.3.5   Evaluasi Keperawatan

Untuk mengevaluasi pasien dapat dilihat dari data hasil perkembangannya. Tujuannya untuk mencapai sejauh mana keberhasilan perawat dalam memberikan asuhn keperawatan.

Langkah untuk mengevaluasi pasien yaitu : mendaftar apa tujuan pasien, dan yang terakhir melakukan diskusi apakah tujuan pasien tercapai atau belum, apanila tujuan masih belum tercapai lakukan pengkajian ulang dimana letak terjadi kesalahannya dan cari solusinya (Tarwoto, 2010).

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1  Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh dan menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai sumber data. Keuntungan menggunakan penelitian ini adalah pengkajian secara rinci meskipun jumlah pasiennya sedikit, sehingga akan didapatkan gambaran atau subyek unit secara jelas (Nursalam, 2013).

Studi kasus ini adalah studi kasus untuk penelitian masalah Asuhan Keperawatan yang mengalami Diabetes Militus dengan Kerusakan Integritas Jaringan Kulit di ruang kelas II RSUD Genteng Banyuwangi.

3.2  Batasan Istilah

Diabetes Melitus merupakan golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 150 mg/dl atau melebihi dalam batas normal diantara 70-150 mg/dl(Leonita & Muliani, 2015).

 Gangren adalah kondisi yang terjadi ketika jaringan tubuh mati, yang disebabkan hilangnya suplai darah karena penyakit yang mendasari, cedera atau infeksi (Haryono, 2019).

3.3  Partisipan

Informasi atau partisipan dalam penelitian adalah orang yang benar-benar tahu dan menguasai masalah, penentuan sample atau informan (partisipan) dalam penelitian berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Moch. Imron, 2010). Partisipan akan penelitian ini adalah sebagai berikut: 

3.3.1        Pasien

Pasien dapat diperoleh data tentang objektif meliputi tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan fisik.

3.3.2   Keluarga

Data yang diperoleh dari keluarga meliputi genogram, riwayat penyakit keluarga, riwayat lingkungan, riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu.

3.3.3   Petugas kesehatan

  1. Perawat

Data yang diperoleh dari perawat meliputi tentang keadaan dan kondisi pasien selama di rumah sakit atau kondisi saat pertama pasien datang ke rumah sakit.

  • Dokter

Data yang diperoleh dari dokter meliputi terapi  medis yang diberikan pada pasien, kronologi atau patofisiologi penyakit yang diderita pasien dan perkembangan kondisi pasien selama berada di rumah sakit

  • Petugas laboratorium atau radiologi

Data yang diperoleh dari petugas laboratorium meliputi hasil pemeriksaan darah, kultur pus, dan urin. Sedangkan pemeriksaan radiologi bisa diperoleh hasil pemeriksaan vaskuler.

  • Ahli gizi

Dari ahli gizi diperoleh data tentang asupan diet yang harus diberikan pada pasien dengan gangren.

3.4  Lokasi dan waktu penelitian

Studi kasus ini dilakukan selama 2 minggu di RSUD Genteng. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 8 Juli sampai 20 Juli 2019  yaitu proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah sampai studi kasus dari pertama kali pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang dan minimal perawatan 3 hari.

3.5  Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penilitian. Terdapat tiga macam teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi (Moch. Imron, 2010).

3.5.1    Wawancara

Dalam metode ini peneliti akan melakukan wawancara guna untuk mengumpulkan data-data tentang anamnesis, identitas, keluhan utama, riwayat penyakit dan perubahan pola kesehatan. Sumber data didapat dari pasien, keluarga atau perawat (Moch. Imron, 2010)

3.5.2   Observasi

Dalam metode ini peneliti akan melakukan observasi guna untuk mengumpulkan data-data tentang pengkajian fisik (IPPA) dan aktivitas sehari-hari pasien (Nursalam, 2013).

3.5.3   Studi dokumentasi

Dalam metode ini peneliti akan melakukan studi dokumentasi yakni hasil dari pemeriksaan diagnostic dan data lain yang relevan baik bersifat tulisan atau gambaran (Nursalam, 2013).

3.6  Uji Keabsahan Data

Peniliti melakukan beberapa beberapa cara untuk menjamin keebsahan data sehingga hasil penilitian ini benar benar dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu yang peniliti lakukan untuk menjaga keebsahan data adalah dengan memperpanjang waktu pengamatan dan metode triangulasi.

3.6.1   Memperpanjang Waktu Pengamatan

Memperpanjang waktu pengamatan ini, hubungan dengan narasumber akan semakin terbentuk, semakin akrab,  saling percaya satu sama lain sehingga tidak ada kecurigaan.

3.6.2   Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredebilitas ini diartikan sebagai pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu (Nursalam, 2013). Dan terdapat triangulasi sumber, teknik dan waktu

  1. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melaui beberapa sumber

  • Triangulasi teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data pada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda

  • Triangulasi waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kreadibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid

3.7  Analisa Data

Analisa data adalah mencari data dan disusun secara sistematis  dari hasil wawancara, sehingga mudah dipahami dan di informasikan kepada orang lain (Nursalam, 2013).

3.7.1   Pengumpulan data

Data dikumpulkan melaui hasil dari wawancara, observasi, dokumentasi. Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian ditulis dalam bentuk catatan terstruktur.

3.7.2   Mereduksi data

Mereduksi data merupakan  merangkum data, memilih hal-hal yang penting, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data yang telah dirangkum akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data.

3.7.3   Penyajian data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, bagan maupun tes naratif.

3.7.4   Kesimpulan

Kesimpulan daam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian yang lain secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Data yang dikumpulkan dengan metode induksi yang berisi dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evauasi.

  • Etika Penelitian

3.7.5   Informed consent (Persetujuan menjadi pasien)

Merupakan cara persetujuan antar peneliti dan responden, penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (Informed consent). Dengan diberikan sebelum penelitian dilakukan, tujuannya agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

3.7.6   Ananomity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencatumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi hanya memberi inisia atau kode.

3.7.7   Confidentialy

Peneliti akan menjamin kerahasiaan dari hasil peneltian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya yang telah dikumpukan dan hanya kelompok tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *